Muara Badak — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengambil langkah cepat menyikapi dugaan pencemaran lingkungan yang diduga berasal dari aktivitas PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) di Muara Badak, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kasus ini menyeruak setelah terjadi kematian massal kerang darah yang menjadi sumber penghidupan utama nelayan setempat.
Seperti dilansir dari EksposKaltim.com, Menteri LHK Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa tim Penegakan Hukum KLHK (Gakkum) telah dikerahkan ke lapangan bersama pakar lingkungan dari IPB, Prof. Dr. Ir. Etty Riani, untuk melakukan investigasi menyeluruh.
“Tim Gakkum dan Prof. Etty masih di lapangan. Segera setelah selesai, rumusan hasilnya akan kami tindaklanjuti,” ujar Hanif pada Minggu malam (26/5), dikutip dari EksposKaltim.com.
Investigasi ini merupakan tindak lanjut dari hasil uji laboratorium Universitas Mulawarman yang menemukan adanya pencemaran di perairan pesisir sekitar wilayah pengeboran PHSS. Pencemaran diduga terjadi di berbagai titik, dengan tingkat kontaminasi mulai dari ringan hingga cukup berat.
Penelitian dilakukan pada 23–25 Januari 2025 oleh tim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unmul, yang mengambil sampel air, sedimen, dan biota laut dari 15 titik, termasuk area budidaya kerang darah dan lokasi strategis seperti kolam pengendapan limbah dan Sungai Tanjung Limau.
Hasil pengujian menunjukkan tingginya kandungan bahan organik dan indikasi pencemaran berdasarkan indeks saprobik—parameter kualitas air yang diukur melalui jenis mikroorganisme yang ditemukan di dalamnya. Kondisi ini diperparah oleh sirkulasi air yang buruk di kawasan semi tertutup Muara Badak.
Pihak perusahaan membantah keterlibatan langsung mereka. Dalam pernyataan tertulis yang juga dikutip dari EksposKaltim.com (2/4), Manager Communication Relations & CID PT Pertamina Hulu Indonesia, Dony Indrawan mengatakan:
“Tidak ada bukti yang mengaitkan langsung kegiatan pengeboran PHSS dengan kasus gagal panen kerang darah.”
Dony juga menegaskan bahwa PHSS telah diawasi oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) KLHK pada 20–23 Maret 2025, dan hasil verifikasi menyatakan bahwa aktivitas perusahaan berjalan sesuai AMDAL serta Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) yang disahkan melalui SK Menteri LHK tahun 2019.
Profil Prof. Etty Riani
Dikenal luas sebagai “pendekar lingkungan”, Prof. Etty Riani merupakan Guru Besar dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, yang aktif dalam advokasi lingkungan hidup. Ia kerap menjadi saksi ahli dalam berbagai kasus pencemaran dan memiliki rekam jejak panjang dalam penelitian mengenai mikroplastik, limbah B3, dan ekotoksikologi.
Sebagaimana dilansir EksposKaltim.com, Prof. Etty pernah dianugerahi penghargaan “Pejuang Lingkungan” oleh KLHK pada 2023 atas kontribusinya dalam penegakan hukum dan pelestarian lingkungan di Indonesia.
Langkah KLHK mengirimkan Prof. Etty
langsung ke lapangan dipandang sebagai bentuk keseriusan negara dalam menjamin penegakan hukum lingkungan serta keadilan bagi masyarakat pesisir yang terdampak.








![Kepala Lapas Kelas IIA Tenggarong Suparman menyampaikan remisi dasawarsa kepada WBP pada HUT ke-80 RI[Foto: Dilla/Mediaetam.com]](https://mediabadak.com/wp-content/uploads/2025/08/remisi-dasawarsa-lapas-tenggarong-suparman-360x180.jpg)

























