Muara Badak — Setelah sebelumnya menjalani proses penyidikan, tersangka penganiayaan terhadap anak di bawah umur di Muara Badak resmi ditahan oleh pihak kepolisian pada Selasa malam (6/5/2025). Penahanan tersebut disampaikan oleh Kapolres Bontang, AKBP Alex Frestian Lumban Tobing, melalui Kasat Reskrim Polres Bontang, AKP Hari Supranoto, saat ditemui Rabu (7/5/2025).
“Sudah dilakukan penahanan oleh Polsek Muara Badak tadi malam,” ujar AKP Hari Supranoto. Ia menambahkan, langkah penahanan ini diambil berdasarkan hasil penilaian bahwa korban mengalami trauma berat akibat penganiayaan yang dilakukan tersangka.
Tersangka dikenai Pasal 80 ayat (1) Pasal 76C UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman pidana maksimal 3 tahun 6 bulan penjara dan/atau denda hingga Rp72 juta.
Kronologi Kejadian
Peristiwa bermula saat korban dan rekan-rekannya bermain lempar-lemparan di dekat rumah pelaku pada Senin (7/4/2025). Lemparan tersebut mengenai atap rumah pelaku, sehingga pelaku merasa marah dan kemudian mengejar anak-anak yang sedang bermain. Dalam pengejaran tersebut, korban terpisah dari rekan-rekannya dan akhirnya ditangkap serta dianiaya.
Korban mengalami penganiayaan berupa dijewer di bagian telinga, ditendang di kaki dan mulut, serta dipukul dan dicekik di leher. Bahkan, tersangka sempat mengancam akan menggorok leher korban.
Pertimbangan Hukum dan Penahanan
Kapolres Bontang, AKBP Alex Frestian Lumban Tobing, menjelaskan bahwa sebelumnya polisi tidak melakukan penahanan terhadap tersangka. Hal ini didasarkan pada hasil kajian penyidik yang mempertimbangkan asas hukum dalam menentukan kebijakan. Menurutnya, berdasarkan Pasal 21 ayat (4) KUHAP, penahanan hanya dapat dilakukan jika tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih. Karena ancaman hukuman dalam kasus ini kurang dari lima tahun, polisi memandang belum memenuhi syarat formil untuk melakukan penahanan.
Selain itu, penyidik juga mempertimbangkan faktor subjektif, seperti kooperatifnya tersangka dan domisili tetapnya, sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP. “Dalam hal ini, tidak ada alasan kuat untuk melakukan penahanan karena tersangka kooperatif dan memiliki domisili tetap,” jelas AKBP Alex.
Kapolres menegaskan bahwa proses hukum berjalan berdasarkan prinsip keadilan dan hukum, bukan karena tekanan publik atau opini. Penahanan baru dilakukan setelah adanya bukti yang cukup dan pertimbangan objektif, serta sesuai dengan asas due process of law.
Kasus penganiayaan ini menjadi perhatian serius dari aparat kepolisian dan masyarakat setempat. Dengan penahanan tersangka, diharapkan proses penegakan hukum dapat berjalan adil dan transparan, serta memberikan perlindungan maksimal kepada korban.








![Kepala Lapas Kelas IIA Tenggarong Suparman menyampaikan remisi dasawarsa kepada WBP pada HUT ke-80 RI[Foto: Dilla/Mediaetam.com]](https://mediabadak.com/wp-content/uploads/2025/08/remisi-dasawarsa-lapas-tenggarong-suparman-360x180.jpg)

























